Skip to main content

MAKALAH "PERJALANAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA"



PERJALANAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

A.    Agraria Masa Kerajaan
Sebelum penjajahan, Indonesia masih berada pada zaman kekuasaan raja-raja. Rakyat menganggap dan percaya bahwa raja adalah orang suci. Rakyat merasa bangga jika miliknya diperlukan raja, orang yang telah dia nobatkan dalam hatinya sebagai kepanjangan tangan Tuhan di muka bumi. Termasuk dalam hal penguasaan tanah dan kepemilikan tanah. Hukum tanah berdasarkan sistem feodalisme, dibangun di atas hukum tak tertulis bahwa  tanah adalah milik raja. Rakyat adalah milik raja juga. Di kerajaan Mataram, sekarang Surakarta dan Yogyakarta, tanah adalah kepunyaan Sultan dan Sunan (kagungan dalem). Rakyat hanya pemaro dan statusnya peminjam (wewenang anggaduh).
Posisi petani meskipun dalam keseharian sebagai pemilik tanah namun hakekatnya lebih tepat kalau disebut sebagai penggarap. Petanilah yang mengolah lahan dan mereka mendapatkan sebagian hasil pertanian sebagai upahnya. Dan raja hampir secara hakekat memiliki posisi sebagai pemilik tanah. Sebab raja hanya menunggu setoran dari para petani dalam bentuk upeti-upeti, ibarat pemilik tanah yang menerima hasil tanahnya setelah membayar upah buruh. Semuanya dilakukan sebagai salah satu bentuk penghormatan rakyat kepada pemimpinnya yang suci. Ketidakadilan bagi rakyat adalah kewajaran sepanjang itu tidak berat dipikul.
Raja selaku pihak yang memiliki otoritas pada penguasaan tanah, selanjutnya membagi-bagi tanahnya pada para bangsawan (priyayi), agar bisa terolah dan menghasilkan untuk kepentingan raja. Sebagai catatan, raja tidak melakukan apa-apa pada tanah tersebut, sehingga umumnya tanah yang diberikan pada bangsawan berupa tanah-tanah terlantar. Dalam hal ini, tanah bukan faktor dominan yang diperhatikan oleh raja, karena raja lebih mementingkan penguasaan pada orang-orangnya. Jadi yang dilakukan oleh raja adalah membekali para pegawainya dengan tanah. Tentunya dibalik itu, setiap pegawai yang yang mendapatkan jatah tanah memiliki kewajiban untuk menyetor upeti kepada raja.
Seringkali upeti untuk Raja cukup tinggi sehingga memberatkan pegawai yang menerima tanah. Untuk meringankan beban upeti, para pegawai raja membagi-bagi lagi tanahnya dengan merekrut lebih banyak lagi rakyat sebagai penggarap. Tujuannya agar produksi lahan per satuan luasnya makin tinggi dengan pengelolaan intensif. Namun hal ini berakibat pengecilan (versnippering) tanah garapan rakyat. Terjadilah penindasan para pengawai raja dari yang paling atas sampai yang paling bawah dengan mengatasnamakan raja. Penggarap pun makin menderita. Inilah perbudakan struktural dalam bidang ekonomi, dan sosial sebagai imbas sistem politik feodal.
Feodalisme yang pernah ada di Eropa atau Jepang adalah sistem di mana orang ikut tanah, sedang di negeri kita tanah ikut orang. Penguasa memiliki tanah, dan karena itu ia menguasai orang yang hidup di sana. Di negeri kita penguasa memiliki orang lalu orang itu diberi tanah untuk sumber hidupnya. Dalam sistem feodal, penguasa mengembangkan tanahnya agar makin banyak orang mau tinggal di sana. Di negeri kita dulu, penguasa menelantarkan tanahnya sehingga ia terpaksa bergantung pada orang-orang yang dikuasainya.
Hubungan Raja, pegawai, dan rakyat dalam sistem feodal bukan tanpa konflik. Konflik kerapkali terjadi antara raja (bangsawan) dan rakyat yang menggarap tanah hasil pemberian raja. Bentuk konflik yang muncul bersifat horizontal dan vertical, sebagai implikasi dari adanya penguasa tunggal atas tanah. Bagi petani yang seluruh hidupnya tergantung dari hasil tanah garapan, tanah dianggap sebagai pusaka (heirloom land) dan tidak sekedar symbol apalagi mata dagangan (commodity).



B.     Pada masa VOC (Vernigde Oost Indische Compagnie)
VOC didirkan pada tahun 1602 – 1799 sebagai badan perdagangansebagai upaya guna menghindari persaingan antara pedagang Belanda kala itu.VOC tidak mengubah struktur penguasaan dan pemilikan tanah, kecuali pajak hasil dan kerja rodi.
Beberapa kebijaksanaan politik pertanian yang sangat menindasrakyat Indonesia yang ditetapkan oleh VOC, antara lain :
1.      Contingenten, yaitu pajak hasil atas tanah pertanian harus diserahkan kepada penguasa kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebagian dari hasil pertaniannya kepada kompeni tanpa dibayar sepeser pun.
2.      Verplichte leveranten, yaitu suatu bentuk ketentuan yang diputuskan oleh kompeni dengan para raja tentang kewajiban meyerahkan seluruh hasil panen dengan pembayaran yang harganya juga sudah ditetapkan secara sepihak. Dengan ketentuan ini, rakyat tani benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berkuasa atas apa yang mereka hasilkan.
3.      Roerendiensten, yaitu keijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi, yang dibebankan kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian.
C.     Masa Pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811)
Awal dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan tanah dengan penjualan tanah, hingga menimbulkan tanah partikelir.Kebijakannya itu adalah dengan menjual tanah-tanah rakyat Indonesiakepada orang-orang Cina, Arab maupun bangsa Belanda sendiri.Tanah itulah yang kemudian disebut tanah partikelir.Tanah partikelir adalah tanaheigendomyang mempunyai sifat dan corak istimewa.Yang membedakandengan tanaheigendomlainnya ialah adanya hak-hak pada pamiliknya yang bersifat kenegaraan yang disebutlandheerlijke rechtenatau hak pertuanan. Hak pertuanan, misalnya:
1.      Hak untuk mengangkat atau mengesahkan kepemilikan sertamemberhentikan kepala-kepala kampung/desa
2.      Hak untuk menuntut kerja paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa dari penduduk;
3.      Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan, baik yang berupa uangmaupun hasil pertanian dari penduduk;
4.      Hak untuk mendirikan pasar-pasar;
5.      Hak untuk memungut biaya pemakaian jalan dan penyebrangan;
6.      Hak untuk mengharuskan penduduk tiga hari sekali memotong rumput untuk keperluan tuan tanah, sehari dalam seminggu untuk menjaga rumah atau gudang-gudangnya dan sebagainya.
D.    Masa Pemerintahan Gubernur Thomas Stamford Rafles (1811-1816)
Pada masa Rafles semua tanah yang berada di bawah kekuasaan government dinyatakan sebagai eigendom government.Dengan dasar inilah setiap tanah dikenakan pajak bumi.Dari hasil penelitian Rafles, pemilikan tanah-tanah di daerah swaprajadi Jawa disimpulkan bahwa semua tanah milik raja, sedang rakyat hanya sekedar memakai dan menggarapnya. Karena kekuasaan telah berpindah kepada Pemerintah Inggris, maka sebagai akibat hukumnya adalah pemilikan atas tanah-tanah tersebut dengan sendirinya beralih pula kepada Raja Inggris.Oleh karena itu, mereka wajib memberikan pajak tanah kepada Raja Inggris.
Beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pajak tanah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Pajak tanah tidak langsung dibebankan kepada petani pemilik tanah,tetapi ditugaskan kepada kepala desa. Para kepala desa diberi kekuasaan untuk menetapkan jumlah sewa yang wajib dibayar oleh tiap petani.
b.      Kepala desa diberikan kekuasaan penuh untuk mengadakan perubahan pada pemilikan tanah oleh para petani. Jika hal itu diperlukan gunamemperlancar pemasukan pajak tanah. Dapat dikurangi luasnya atau dapatdicabut penguasaannya, jika petani yang bersangkutan tidak mau atau tidak mampu membayar pajak tanah yang ditetapkan baginya, tanah yang bersangkutan akan diberikan kepada petani lain yang sanggupmemenuhinya.
c.       Praktik pajak tanah menjungkirbalikan hukum yang mengatur tentang pemilikan tanah rakyat sebagai besarnya kekuasaan kepala desa.Seharusnya luas pemilikan tanahlah yang menentukan besarnya pajak yang harus dibayar, tetapi dalam praktik pemungutan pajak tanah itu justru berlaku yang sebaliknya. Besarnya sewa yang sanggup dibayarlah yangmenentukan luas tanah yang boleh dikuasai seseorang.
E.     Masa Pemerintahan Gubernur Johanes van den Bosch
Pada tahun 1830 Gubernur Jenderal van den Bosch menetapkankebijakan pertanahan yang dikenal dengan sistem Tanam Paksa atau Cultuur Stelsel. Dalam sistem tanam paksa ini petani dipaksa untuk menanam suatu jenis tanaman tertentu yang secara langsung maupun tidak langsungdibutuhkan oleh pasar internasional pada waktu itu.Hasil pertanian tersebutdiserahkan kepada pemerintah kolonial tanpa mendapat imbalan apapun, sedangkan bagi rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian wajibmenyerahkan tenaga kerjanya yaitu seperlima bagian dari masa kerjanya atau66 hari untuk waktu satu tahun.Adanya monopoli pemerintah dengan sistem tanam paksa dalamlapangan pertanian telah membatasi modal swasta dalam lapangan pertanian besar.Di samping pada dasarnya para penguasa itu tidak mempunyai tanahsendiri yang cukup luas dengan jaminan yang kuat guna dapat mengusahakandan mengelola tanah dengan waktu yang cukup lama.Usaha yang dilakukanoleh pengusaha swasta pada waktu itu adalah menyewa tanah dari negara.Tanah-tanah yang biasa disewa adalah tanah-tanah negara yang masihkosong.
F.      Agrarische Wet (AW)
Pada tahun 1870 lahirlah Agrarische Wet yang merupakan pokok penting dari hukum agraria dan semua peraturan pelaksanaan yangdikeluarkan pemerintah masa itu sebagai permulaan hukum agraria barat. Ideawal dikelularkannya Agrarische Wet (AW) ini adalah sebagai respon terhadap keinginan perusahaan-perusahaan asing yang bergerak dalam bidang pertanian untuk berkembang di Indonesia, namun hak-hak rakyat atastanahnya harus dijamin. AW ini merupakan undang-undang di negeri Belanda yangditerbitkan pada tahun 1870, dengan diundangkan dalam S.1870-55.dimasukkannya ke Indonesia, dengan memasukkan Pasal 62 RR, yang padamulanya terdiri dari 3 ayat, dengan penambahan 5 ayat tersebut sehinggaPasal 62 RR menjadi 8 ayat, yakni ayat 4 sampai dengan ayat 8. pada akhirnyaPasal 62 RR ini menjadi Pasal 51 IS.
Pasal 51 IS ini memuat:
a.       Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah.
b.      Di dalam larangan ini tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang diperuntukan perluasan kota dan desaserta mendirikan bangunan-bangunankerajinan/industri.
c.       Gubernur Jenderal dapat menyewakan tanah dneganketentuan yang ditetapkan dengan ordonansi.Ada puntanah-tanah yang telah dibuka oleh orang-orangIndonesia asli, atau yang dipunyai oleh desa sebagaitempat pengembalaan umum atau atas dasar lainnyatidak boleh dipersewakan.
d.      Menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan denganordonansi diberikan tanah dengan Hak Erfacht selamawaktu tidak lebih dari 75 tahun.
e.       Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai ada penberian Hak yang melanggar Hak penduduk asli.
f.       Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanahyang telah dibuka oleh orang-orang Indonesia asliuntuk keperluan mereka sendiri, atau tanah-tanahkepunyaan desa sebagai tempatpengembalaan umumatas dasar lainnya, kecuali untuk kepentingan umum berdasrkan Pasal 133 dan untuk keperluan pengusahaantanaman yang diselenggarakan atas perintah atasandengan pemberian ganti rugi atas tanah.
g.      Tanah yang dipunyai oleh orang-orang Indonesia aslidengan Hak Milik (hak pakai perseorangan yang turun temurun) atas permintaan pemiliknya yang syahdiberikan kepadanya dengan hak eigendomdengan pembatasan-pembatasan seperlunya yang ditetapkandengan ordonansi dan dicantumkan dalam surateigendomnya, yakni mengenai kewajiban-kewajibanterhadap negara dan desa serta wewenang untuk menjualnya kepada bukan orang Indonesia asli.
h.      Menyewakan tanah-tanah atau menyerahkan tanahuntuk dipakai oleh orang-orang Indonesia asli, kepada bukan orang Indonesia asli dilakukan menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi.
Terbentuknya AW merupakan upaya desakan dari para kalangan pengusaha di negeri Belanda yang karena keberhasilan usahanya mengalami kelebihan modal, karenanya memerlukan bidang usaha baru untuk menginvestasikannya.Dengan banyaknya persediaan tanah hutan di jawa yang belum dibuka, para pengusaha itu menuntut untuk diberikannya kesempatan membuka usaha di bidang perkebunan besar.Sejalan dengan semangat liberalisme yang sedang berkembang dituntut pengantian system monopolinegara dan kerja paksa dalam melaksanakan cultuur stelsel, dengan sistem persaingan bebas dan sistem kerja bebas, berdasarkan konsepsi kapitalisme liberal.
Tuntutan untuk mengakihiri sistem tanam paksa dan kerja paksa dengan tujuan bisnis tersebut, sejalan dengan tuntutan berdasarkan pertimbangan kemanusiaan dari golongan lain di negeri Belanda, yang mellihat terjadinya penderitaan yang sangat hebat di kalangan petani Jawa,sebagai akibat penyalahgunaan wewenang dalam melaksanakan cultuur stelsel oleh para pejabat yang bersangkutan.Dari itu jelaslah tujuan dikeluarkannya AW adalah untuk membukakemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha swastaagar dapat berkembang di Hindi Belanda.Selain itu AW juga bertujuan untuk:
A.    Memperhatikan perusahaan swasta yang bermodal besar dengan jalan:
a.       Memberikan tanah-tanah negara dengan hak Erfacht yangberjangkawaktu lama, sampai 75 tahun.
b.      Untuk memberikan kemungkinan bagi para pengusaha untuk menyewakan tanah adat/rakyat.
B.     Memperhatikan kepentigan rakyat asli, dengan jalan :
a.       Melindungi hak-hak tanah rakyat asli.
b.      Memberikan kepada rakyat asli untuk memperoleh hak tanah baru(Agrarische eigendom).
Untuk pelaksanaan AW tersebut, maka diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan dan keputusan, diantaranya dalam Agrarische Besluit.
a.       Agrarische Besluit (AB)
Ketentuan-ketentuan AW pelaksanaannya diatur lebih lanjuta dalam peraturan dan keputusan. Salah satu keputusan yang paling penting adalah apayang dimuat dalam Koninklijk Besluit (KB), yang kemudian dikenal dengan nama Agrarische Besluit (AB), S.1870-118.
AB terdiri dari tiga bab, yaitu;
a.       Pasal 1-7 tentang hak atas tanah;
b.      Pasal 8-8b tentang pelepasan tanah;
c.       Pasal 19-20 tentang peraturan campuran.
Dalam Pasal 1 AB tersebut dimuat satu pernyataan yang asas yangsangat penting bagi perkembangan dan pelaksanaan hukum tanahadministratif Hindi Belanda.Asas tersebut dinilai sebagai kurang menghargai, bahkan “memperkosa” hak-hak rakyat atas tanah yang bersumber pada hukum adat.Dinyatakan dalam Pasal 1 AB tersebut :
“Behoudens opvolging van de tweede en derde bepaling der voormelde wet,blijft het beginsel gehandhaafd, dat alle grond, waarop niet anderen reght van eigendom wordt bewezen, domein van de staat is”.
Jika diterjemahkan:“Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Pasal 2 dan 3Agrarische Wet, tetap dipertahankan asas, bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapar membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domeinnegara (milik) negara”.
AB hanya berlaku untuk Jawa dan Madura, maka apa yang dinyatakan dalam Pasal 1 AB tersebut, yang dikenal sebagai Domein Verklaring (Pernyataan Domein) semula juga berlaku untuk Jawa dan Madura saja. Tetapi kemudian pernyataan domein tersebut diberlakukan juga untuk daerah pemerintahan langsung di luar Jawa dan Madura, dengan suatu ordonansi yang diundangkan dalam S.1875-119a.Maksud dari adanya pernyataan domein itu adalah untuk memberikan ketegasan sehingga tidak ada keragu-raguan, bahwa satu-satunya penguasa yang berwenang untuk memberikan tanah-tanah kepada pihak lain adalah Pemerintah. Dengan adanya pernyataan domein, maka tanah-tanah di Hindi Belanda dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a.       Vrijlands Domein atau tanah negara bebas, yaitu tanah yang di atasnyatidak ada hak penduduk bumi putera.
b.      Onvrijlands Domein atau tanah negra tidak bebas, yaitu tanah yang diatasnya ada hak penduduk maupun desa.
Dalam praktiknya, pernyataan domein mempunyai dua fungsi, yakni:
a.       Sebagai landasan hukum bagi pemerintah kolonial untuk dapat memberikan tanah dengan hak-hak barat seperti yang diatur dalam KUHPerdata, misalnya hak eigendom, hak opstal, dan hak erfacht.
b.      Untuk keperluan pembuktian pemilikan, yaitu apabila negara berperkara,maka negara tidak pelu membuktikan hak eigendomnya atas tanah, tetapi piha lainlah yang wajib membuktikan haknya. Untuk diketahui bahwa hak rakyat Indonesia atas tanahnya adalah berdasarkan hukum adat, sedangkan dalam hukum adat tidak adak ketentuan hukum yang sama dengan Pasal 570 BW, maka denga sekaligus semua tanahdari rakyat Indonesia termasuk menjadi tanah negara (domein negara). Yang tidak termasuk tanah negara, menurut Pemerintah Hindia Belanda, adalah tanah-tanah seperti di bawah ini:
a.       Tanah-tanah daerah swapraja;
b.      Tanah-tanah yang menjadi eigendom orang lain;
c.       Tanah-tanah partikulir;
d.      Tanah-tanah eigendom agraria (Agrarische eigendom).
b.      Erfacht Ordonantie
Mengenai pemberian hak erfacht kepada para pengusaha tersebut,menurut AW harus diataur dalam ordonansi. Maka daka dalam pelaksanaannya dijumpai berbagai peraturan mengenai hak erfacht, yaitu:
a.       Untuk Jawa dan Madura, kecuali daerah-daerah Swapraja:
a.       Agrarische Besluit (S.1870-118) Pasal 9 sampai dengan 17;
b.      Ordonansi yang dimuat S.1872-237a, yang beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dalam tahun 1913 disusun kembali dandiundangkan dalam S.1913-699.
b.      Untuk luar Jawa dan Madura, kecuali daerah-daerah Swapraja: semulaada beberapa ordonansi yang mengatur hal-hal mengenai pemberian hak erfacht yang berlaku di daerah-daerah tertentu,
a.       S.1874f untuk Sumatera.
b.      S.1877-55 untuk keresidenan Manado.
c.       S.1888-58 utnuk daerahZuider-en Oosteradeling Borneo.
Dalam tahun 1914 diundangkan satu ordonansi utnuk semua daerah pemerintahan langsung di luar Jawa dan dimuat dalam S.1914-367Ordonansi yang baru itu dikenal dengan sebutan “Erfachtordonantie Buitengewesten”.Semua ordonansi yang lama ditarik kembali kecualiPasal 1-nya masing-masing.
a.       Untuk daerah-daerah swapraja luar Jawa:
Diatur dalam S.1910-61 dengan sebutan erfachtordonantie Zelfbesturende Landschappen Buitengewesten.Berlakunya di masing-masing swapraja menurut petunjuk Gubernur Jenderal.Sebelum adanya ordonansi itu di daerah-daerah swapraja di luar Jawa tidak diberikan hak erfacht, melainkan hak konsesi untuk perusahaan kebun besar. Persewaan tanah rakyat kepada perusahaan kebun besar diatur pula denganordonansi, yang telah mengalami perubahan-perubahan menjadi:
a.       Grondhuurordonantie (S.1918-88), yang berlaku di Jawa danMadura, kecuali Surakarta dan Yogyakarta;
b.      Vordtenlands Groondhuur Reglement (S.1918-20), yang berlaku didaerah swapraja Surakarta dan Yogyakarta.
c.       Agrarische Eigendom
Agrarische eigendom adalah suatu koninklijk besluit tertanggal 16 April 1872, Nomor: 29, mengenai hak agrarische eigendom. Yang dimaksud dengan Agrarische eigendom adalah suatu hak yang bertujuan untuk memberikan kepada orang-orang Indonesia/pribumi, suatuhak yang kuat atas sebidang tanah.Agrarische eigendom ini, dalam praktik untuk membedakan hak eigendom sebgaimana yang dimaksud dalam BW. Agrarische eigendom diatur dalam Pasal 51 ayat (7) I.S., diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 AB kemudian diatur lebih lanjut dalam KB tanggal 16April 1872 Nomor : 29 (S. 1872-117) dan S. 1837-38. berdasarkan KB tersebut, tata cara memperoleh Agrarische eigendom dijelaskan di bawah ini, yaitu:
a.       Apabila seseorang Indonesia asli (=bumi putera) berkeinginan agar hak milik atas tanahnya, dirubah menjadi Hak Agrarische eigendom, maka pemohonannya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat,agar ia ditetapkan sebagai pemiliknya. Inilah yang disebut: uitwijzing van erfelijk individucel gebbruikrecht. Ini hanya mungkin apabila tanahnya dilkuar sengketa, artinya tanpa berperkara dengan pihak lain.
b.      Untuk ini semua sebelumnya diadakan pengumuman, di desanya yang bersangkutan untuk memberi kesempatan kepada pihak ketiga yangmerasa berkepentigan akan mengajukan keberatan-keberatan terhadap permohonanuitwijzing van erfelijk individucel gebbruikrecht di atas.
c.       Dengan berlandaskan keputusan ketua pengadilan negeri tersebut, makaagrarische eigendomdapat diberikan kepada pemohon oleh bupati yang bersangkutan bertindak untuk dan atas nama pemberian gubernur jenderal.
Agrarische eigendomyang telah diperoleh dari bupati tersebut, makaAgrarische eigendomtersebut harus didafatarkan menurut peraturansebagaimana dimuat dalam S.1873-38, dan kepada pemiliknya akanmendapat surat tanda bukti hak. Setiap peralihan hak, pembebanan dengan hypotheek, harus didaftarkandi Kantor Pengadilan Negeri.
Tujuan adanyaAgrarische eigendomsebetulnya bertujuan untuk memberikan kepada orang-orang Indonesia asli dengan semata hak yang kuat,yang pasti karena terdaftar dan haknya dapat dibebani dengan hypotheek.Tetapi dalam praktiknya kesempatan untuk menggantikan hak miliknyadengan menjadiAgrarische eigendomtidak banyak dipergunakan.

G.    Hukum Tanah Perdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata)
Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tidak sejengkalpun lagi tanah air Indonesia yangt dijajah bangsa Belanda ataupun bangsa-bangsa lainnya. Namun, tidak dapat dipungkiri, peraturan-peraturan hokum yang ditinggalkan penjajah Belanda masih membelenggu bangsa Indonesia. KUHPerdata yang berlaku di Indonesia merupakan politik hukum Belandayang memberlakukan KUHPerdata yang berlaku di Belanda, dengan beberapa perubahan, berdasarkan asas konkordansi diberlakukan di Indonesia.
Di Indonesia terdapat hukum perdata yang beragam (pluralistis). Pertama, terdapat hukum yang disesuaikan untuk segala golonganwarga negara seperti yang sudah diuraikan di atas:
a.       Untuk bangsa Indonesia asli, berlaku Hukum Adat, yaitu hukum yang sejak dahulu telah berlaku di kalangan rakyat, yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat, mangenai segala soal dalam kehidupan masyarakat.
b.      Untuk warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa berlaku Kitab Undang-udang Hukum Perdata (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK), dengan pengertian, bahwa bagi golongan Tionghoa mengenai BW tersebut ada sedikit penyimpangan yaitu bagian 2 dan 3 dari Titel IV Buku I (mengenai upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai “penahanan” pernikahan) tidak berlaku bagi mereka,sedangkan untuk mereka ada pula “Burgirlijk Stand tersendiri. Selanjutnya ada pula suatu peraturan perihal pengangkatan anak (adopsi), karena hal ini tidak terkenal di dalam BW.
Sebagai akibat politik hukum tersebut, maka sebagaimana halnya hukum perdata, hukum tanah pun berstruktur ganda atau dulaistik, dengan berlakunya bersamaan perangkat peraturan-peraturan hukum tanah adat, yang bersumber pada hukum adat yang tidak tertulis dan hukum tanah barat yang pokok-pokok ketentuannya terdapat dalam buku II KUHPerdata yang merupakan hokum tertulis.Ini berarti, bahwa hubungan-hubungan hukum dan peristiwa-peristiwahukum di kalangan orang-orang dari golongan bumi putera diselesaikan menurutketentuan-ketentuan hukum adatnya masing-masing.
Demikian pula dengankalangan orang-orang dari golongan yang lain. Hukum yang ditetapkan adalahhukum yang berlaku untuk golongan masing-masing.Adapun hubungan-hubungan hukum antara orang-orang pribumi danorang-orang non pribumi diselesaikan apa yang disebut Hukum Antar Golonganatau hukum intergentiel. Dalam peristiwa hubungan hukum semacam itu timbul pertanyaan hukum mana yang berlaku. Pertanyaan itu timbul karena pemerintahHindia Belanda menganut apayang disebut asas persamaan derajat atau persamaan penghargaan bagi stelse-stelsel hukum yang berlaku, baik hukum barat, hukum adat golongan pribumi maupun hukum adat golongan timur asing bukan Cina.Tidak ada salah satu di antaranya yang superior atau dihargai lebih tinggi dariyang lain. Maka dalam menyelesaikan peristiwa hukum antar golongan tidak musti salah satu stelsel hukum tertentu yang harus diberlakukan.Perihal peraturan hukum yang mengatur tentang hukum agraria dalamKUHPerdata adalah Buku II KUHPerdata selama menyangkut tentang bumi, air dan ruang angkasa.Dalam buku II KUHPerdata tersebut terdapat beberapa jenis hak atastanah barat yang dikenal yaitu:
a.       Tanah eigendom, yaitu suatu hak atas tanah ang pemiliknya mempunyaikekuatan mutlak atas tanah tersebut;
b.      Tanah hak opstal, yaitu suatu hak yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk memiliki sesuatu yang di atas tanah eigendom, pihak lainyang dapat berbentuk rumah atau bangunan, tanaman dan seterusnya disamping hak opstal tersebut memberikan wewenang terhadap benda-benda tersebut kepada pemegang haknya juga diberikan wewenang-wewenang yaitu:
1.      Memindah-tangankan benda yang menjadi haknya kepada pihak lain.
2.      Dapat dijadikan jaminan utang.
3.      Dapat diwariskan.Dengan catatan hak opstal tersebut belum habis waktunya menurut perjanjianyang telah ditetapkan bersama.
c.       Tanah hak erfacht, yaitu hak untuk dapat diusahakan/mengolah tanah oranglain dan menarik atau hasil yang sebanyak-banyaknya dari tanah tersebut, keweangangan pemegang hak erfacht hampir sama dengan kewenangan hak opstal.
d.      Tanah hak gebruis, yaitu tanah hak pakai atas tanah orang lain.
Di samping hak atas tanah barat tersebut di atas, juga ada tanah-tanah dengan hak Indonesia, seperti tanah-tanah dengan hak adat.Ada pula tanah-tanah dengan hak ciptaan pemerinthan Hindia Belanda seperti agararische eigendom, landerijn bezitrecht.Juga dengan hak-hak ciptaan pemerintah swapraja, seperti grant sultan.Tanah-tanah dengan hak-hak adat danhak-hak ciptaan pemerinthan Hindia Belanda dan swapraja tersebut, bisa disebut tanah-tanah hak Indonesia, yang cakupannya lebih luas dari tanah-tanah hak adat.Tanah-tanah hak barat dapat dikatakan hampir semuanya terdaftar pada Kantor Overschrijvings Ambtenar menurut Overschrijvings Ordonantie S. 1834-27 dan dipetakan oleh Kantor Kadaster menurut peraturan-peraturan kadaster.Tanah hak barat ini tunduk pada hukum tanah barat.Artinya hak-hak dan kewajiban pemegang haknya, persyaratan bagi pemegang haknya, hal-hal mengenai tanah yang dihaki, serta perolehannya, pembebanannya diatur menuurut ketentuan-ketentuan hukum tanah barat.Tanah-tanah hak adat hampir semuanya belum didaftar.Tanah-tanah itu tunduk pada hukum adat yang tidak tertulis. Tanah-tanah hak adat, yang terdiri atas apa yang disebut tanah ulayat masyarakat-masayrakat hukum adat dan tanah perorangan, seperti hak milik adat, merupakan sebagian terbesar ranah HindiBelanda.
Untuk tanah-tanah hak ciptaan pemerintah swapraja, di daerah-daerahswpraja Sumatera Timur dipunyai dengan hak-hak ciptaan pemerintah swapraja.Di daerah Kesultanan Deli misalnya dikenal tanh-tanah yang dipunyai dengan apayang disebut:
1.      Grant Sultansemacam hak milik adat, diberikan oleh pemerintah swapraja,khusus bagi para kaula swapraja, didaftar di kantor pejabat swapraja.
2.      Grant Controleu, diberikan oleh pemerintah swapraja bagi bukan kaulaswapraja, didaftar di kantor Controleur (pejabat pangreh praja Belanda)
3.      Grant Deli Maatschappij, terdapat di kota Medan dan diberikan oleh DeliMaatschappaij, juga didaftar di kantor perusahaan tersebut. DeliMaatschappaij adalah suatu perusahaan yang mempunyai usah perkebunan besar tembakau dan bergerak juga di bidang pelayanan umum dan tanah,memperoleh tanah yang luas dari pemerintah swapraja Deli denganGrant.Tanah tersebut dipetak-petak dan diberikan kepada yang memerlukan olehDeli Maatschappaij kepada juga dengan grant yang merupakan “sub-grant”dikenal dengan sebutan “grant D”, singkatatan dari grant Deli Maatschappaij.
4.      Hak konsesi untuk perusahaan perkebunan besar, diberikan oleh pemerintahswapraja dan didaftar di kantor residen.
H.    Sesudah Tahun 1942
Pada periode sesudah tahun 1942, terjadi situasi yang cenderung pada:
a.       Periode kacau di bidang pemerintahan mengakibatkan kebijaksanaan pemanfaatana tanah dan penguasaan tanah tidak tertib.
b.      Tujuan utama, usaha menunjang kepentingan Jepang.
c.       Permulaan akupasi liar pada tanah-tanah perkebunan atau penebangan liar
d.      Usaha pengembalian kembali perkebunan milik Belanda
e.       Kerusakan fisik tanah karena politik bumi hangus dan penggunaan tanah melampaui batas kemampuannya.
Pada masa penjajahan tersebut keadaan hukum agraria Indonesia menurut hukum adat tidak terlepas dari hukum adat daerah setempat antara lain, perangkat hukumnya tidak tertulis, bersifat komunal, bersifat tunai dan bersifat langsung. Sedangakan mengenai hak atas tanah mengenal peristilahan yang lain:
a.       Hak persekutuan atas tanah yaitu hak ulayat;
b.      Hak perorangan atas tanah:
c.       Hak milik, hak yayasan;
d.      Hak wenang pilih, hak mendahulu;
e.       Hak menikmati hasil;
f.       Hak pakai;
g.      Hak imbal jabatan;
h.      Hak wenang beli.
Pada masa kolonial ini tanah-tanah hak adat tidak terdaftar, kalaupun ada hanyalah bertujuan untuk bukti setoran pajak yang telah dibayar oleh pemiliknya, sehingga secara yuridis formal bukan sebagai pembuktian hak.

I.       Hukum Agraria Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1960
Diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia mengakibatkan bangsa Indonesia memperoleh kedaulatan di tangan sendiri. Pada masa itu pendudukantanah oleh masyarakat sudah menjadi hal yang sangat komplek karena masyarakat yang belum berkesempatan menduduki tanah perkebunan dalam waktu singkat berusaha untuk menduduki tanah.
Sejak pengakuan keadulatan oleh Belanda atas negara Indonesia, barulah pemerintah mulai menata kembali pendudukan tanah oleh rakyat denganmelakukan hal-hal berikut:
a.       Mendata kembali berapa luas tanah dan jumlah penduduk yangmengusahakan tanah-tanah perkebunan untuk usaha pertanian. Di daerahMalang luasnya tanah perkebunan ± 20.000 Ha. pendudukan oleh rakyatseluas ± 8.000 Ha. Daerah Kediri luas tanah perkebunan ± 23.000 Ha. pendudukan oleh rakyat seluas ± 13.000 Ha. dan menurut perkiraan dari luastanah perkebunan di Jawa yang seluas ± 200.000 Ha. telah diduduki rakyatseluas ± 80.000 Ha.
b.      Pendudukan tanah perkebunan yang hampir dialami oleh semua perkebunanlambat laun akan menghambat usaha pembangunan kembali suatu cabang produksi yang penting bagi negara serta memperlambat pesatnya kemajuan produksi hasil-hasil perkebunan yang sangat diperlukan. Sebagian tanah perkebunan yang terletak di daerah pegunungan sehingga taidak cocok untuk usaha pertanian, untuk itu perlu ditertibkan.
c.       Pemakaian tanah-tanah perkebunan yang berlokasi di daerah pegunungantersebut dikuatirkan akan menimbulkan bahayb erosi dan penyerapan air.
d.      Pemakaian tanah-tanah oleh rakyat di beberapa daerah menimbulkanketegangan dan kekeruhan yang membahayakan keamanan dan ketertibanumum.
Untuk itu, maka dikeluarkanlah Undang-undang Nomor: 8 Tahun 1954 tentang: Penyelesaian soal Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat. Penyelesaian akan diusahakan bertingkat 2 (dua) sebagai berikut:
a.       Tahap pertama; terlebih dahulu akan diusahakan agar agenda segala sesuatudapat dicarikan penyelesaiannya atas dasar kata sepakat antar pemilik perkebunan dengan rakyat/penggarap.
b.      Tahap kedua; apabila perundingan sebagaimana dimaksud pada angka 1(satu) tidak berhasil, maka dalam rangka penyelesaian penggarapan tanah perkebunan tersbut akan mengambil kebijakan sendiri dengan memperhatikan.
c.       Kepentingan rakyat dan kepentingan penduduk, letak perkebunan yang bersangkutan.
d.      Kedudukan perusahaan perkebunan di dalam susunan perekonomuian negara.
Agar pelaksanaan dari keputusan tersebut dapat berjalan dengan sebaik- baiknya, maka diatur ketentuan sebagai berikut:
a.       Kemungkinan pencabutan dan pembatalan hak atas tanah perkebunan milik para pengusaha, baik sebagian meupun seluruhnya, jika mereka dengansengaja menghalangi upaya penyelesaian;
b.      Ancaman hukum terhadap mereka yang melanggar atau menghalangi.
c.       Ancaman hukuman terhadap mereka yang tidak dengan seizin pemilik perkebunan, masih terus memakai tanah perkebunan sesudah tuntutan inidiberlakukan.
d.      Ketentuan tentang harus mengadakan pengosongan.
Untuk mencegah pendudukan kembali tanah perkebunan oleh rakyat, maka pemerintah megeluarakan perarturan tentang larangan pendudukan tanah tanpa izin yang berhak yaitu Undang-undang Nomor: 51 Prp. Tahun 1960.
Selain ketentuan dia atas, dalam upaya menata kembali hukum pertanahan pemerintah telah membuat kebijakan dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a.       Undang-undang Nomor: 19 Tahun 1956 tentang: Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan Milik Belanda yang Dikenakan Nasionalisasi.
b.      Undang-undang Nomor: 28 Tahun 1956 tentang : Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah Perkebunan.
c.       Undang-undang Nomor : 29 Tahun 1956 tentang : Peraturan Pemerintah dan Tindakan-tindakan Mengenai Tanah Perkebunan.
d.      Ketentuan lain yang menyangkut pemakaian tanah-tanah milik warga negara Belanda yang kembali ke negerinya.
J.       Politik Hukum Agraria Kolonial
Politik agraria dimaksudkan adalah kebijaksanaan dalam bidang ke-agraria-an. Prof. Dr. Mahfud M.D. dalam bukunya “Membangun Politik Hukum,Menegakkan Konstitusi”, memberikan pengertian politik hukum. Dalam bukunya itudisebutkan bahwa politik hukum adalahlegal policyatau arah hukum yang akandiberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama.
Dengan demikian, politik hukum agraria merupakan arah kebijaksanaanhukum dalam bidang agraria dalam usaha memelihara, mengawetkan,memperuntukan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan membagi tanahdan sumber daya alam lainnya yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan dankesejahteraan rakyat. Dimana dalam pelaksanaanlegal policyitu dapat dituangkandalam sebuah peraturan perundang-undangan yang memuat asas, dasar, dan normadalam bidang agraria dalam garis besar.
Sementara itu, politik hukum agraria kolonial adalah prinsip dagang, yakniuntuk mendapatkan hasil bumi/bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin,kemudian dijual dengan harga yang setinggi-tingginya. Tujuannya tidak lain mencarikeuntungan sebesar-besarnya bagi diri pribadi penguasa kolonial yang merangkapsebagai pengusaha. Keuntungan ini juga dinikmati oleh pengusaha Belanda dan pengusaha Eropa.Sebaliknya bagi rakyat Indonesia menimbulkan penderitaan yangsangat mendalam.
Sistem kolonial ditandai dengan 4 ciri pokok, yaitu dominasi, eksploitasi, diskriminasi dan dependensi.Prinsip dominan terjadi dalam kekuasaan golongan penjajah yang minoritas terhadap penduduk pribumi yang mayoritas.Dominasi iniditopang oleh keunggulan militer kaum penjajah dalam menguasai dan memerintah penduduk peribumi.Eksploitasi atau pemerasan sumber kekayaan tanah jajahan untuk kepentingan negara penjajah.Penduduk pribumi diperas tenaga dan hasil peoduksinya unutk diserahkan kepada penjajah, yang kemudian oleh pihak penjajahitu dikirim ke negara induknya untuk kemakmuran mereka sendiri.Diskriminasi atau perbedaan ras dan etnis.Golongan penjajah dianggap sebagai golongan yangsuperior, sedangkan penduduk pribumi yang dijajah dipandang sebagai bangsa yangrendah atau hina.Dependensi atau ketergantungan masyarakat jajahan terhadao penjajah. Masyarakat terjajah menjadi makin tergantung kepada penjajah dalam halmodal, teknologim pengetahuan, dan keterampilan karena mereka semakin lemah danmiskin.
Politik hukum agraria kolonial dimuat dalam Agrarische Wet (AW) S.1870-55 dengan isi dan maksud serta tujuan sebagai berikut :
a.       Tujuan primer: Memberikan kesempatan kepada pihak swasta (asing) mendapatkan bidang tanahyang luas dari pemerintah unutk waktu yang cukup lama dengan uang sewa(canon) yang murah. Di samping itu untuk memungkinkan orang asing (bukan bumi putera) menyewa atu mendapat hak pakai atas tanah langsung dari orang bumi putera, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi.Meaksudnya adalah memungkinkan berkembangnya perusahaan pertanian swastaasing.
b.      Tujuan sekunder, yaitu Melindungi hak penduduk Bumi Putera atas tanahnya, antara lain:
1.      Pemberian tanah dengan cara apapun tidak boleh mendesak hak BumiPutera.
2.      Pemerintah hanya boleh mengambil tanah Bumi Putera apabila diperlukanuntuk kepentingan umum atau untuk tanaman-tanaman yang diharuskan dariatasan dengan pemberian gantik kerugian.
3.      Bumi Putera diberikan kesempatan mendapatkan hak atas tanah yang kuat yaitu hak eigendom bersyarat (agrarische eigendom).
4.      Diadakan peraturan sewa menyewa antara Bumi Putera dengan bukan BumiPutera.
Dalam perjalanan berlakunya AW terjadi penyimpangan terhadap tujuanskundernya, yaitu adanya penjualan tanah-tanah mili pribumi langsung kepada orang-orang Belanda atau Eropa lainnya.Untuk memberikan perlindungan hukum terhadaptanah-tanah milik Bumi Putera dari pembelian orang-orang Belanda dan Eropalainnya, maka pemerintah Hindi Belanda mengeluarkan kebijaksanaan berupa Vervreemdingsverbod S.1875-179. Yang dimaksud dengan Vervreemdingsverbod adalah hak milik (adat) atas tanah tidak dapat dipindahtangankan oleh orang-orang Indonesia asli kepada bukan orang Indonesia asli dan oleh karena itu semua perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan hak tersbut, baik secara langsung maupun tidak langsung adalah batal karenanya.
Selain AW, maka pemerintah Hindia Belanda juga telah mengeluarkan kebijakan agraria dalam Agrarische Besluit (AB) sebagai pelaksanaan dari ketentuan AW. AB ini diundangkan dalam S.1870-118.yang terpenting dalam AB ini adalah adanya pernyataan domein negara atau lebih dikenal dengan Domein Verklaring. Berkaitan dengan struktur agraria warisan penjajah, menurut Imam Soetiknjo, bahwa struktur agraria warisan penjajah sebagai hasil politik agraria kolonial apabila:
a.       Dipandang dari sudut hukumnya tidak ada kesatuan hukum.
1.      Ada dua macam (dualisme hukum), yaitu hukum barat yang dibawa dandiberlakukan di Hindia Belanda oleh pihak penjajah Belanda dan hukum adat penduduk Bumi Putera.
2.      Hukum adat di Indonesia itu beraneka warna, agak berbeda di pelbagaidaerah (plurisme) yang dibiarkan terus berlaku selama dianggap tidak bertentangan dengan politik agraria penjajah.
3.      Ada hak ciptaan baru yang bukan hukum adat tapi yang bukan hukum barat,yaitu hak agraris eigendom.

b.      Dilihat dari sudut objeknya, tidak ada kesamaan status subjek.
1.      Ada pemegang hak yang orang orang Bumi Putera, ada yang bukan orang Bumi Putera yang sistem hukumnya berbeda.
2.      Yang bukan Bumi Putera ada:
a.       Orang asing bangsa Eropa/Barat.
b.      Orang keturunan asiang.
c.       Orang Timur Asing.
c.       dilihat dari yang menguasai/memiliki tanah, tidak ada keseimbangan dalam hubungan antara mausia dengan tanah.
1.      Ada besar golongan manusia (petanai) yang tidak mempunyai tanah atauyang mempunyai tanah yang sangat sempit.
2.      Di lain pihak ada golongan kecil manusia (penguasa, pengusaha asing, tuantanah, pemilik tanah partikelir) yang memiliki/menguasai tanah;
d.      Dilihat dari sudut penggunaan tanah, tidak ada keseimbangan dalam penggunaan tanah.
1.      Tanah di Jawa dan Madura hampir semua sudah dibuka/diusahakan.
2.      Di luar Jawa, Madura dan Bali masih ada tanah luas yang bukan dibuka/diusahakan.
e.       Dilihat dari sudut tertib hukum, tidak ada tertib hukum.
1.      Penjajah Jepang mengambil tanah rakyat atau tanah/rumah orang asingyang menguasai atau ditangkap, tanpa ambil pusing soal hak yang ada diatasnya.
2.      Rakyat sendiri juga menduduki tanah perkebunan, pekarangan bahkanrumah orang asing/bekas penjajah yang mengungsi secara tidak sah

K.    UUPA TAHUN 1960
Pemerintahan Nasonal dalam menetapkan UUPA sebagai hukum agraria nasional telah melakukan tidak sekedar perbaikan, tetapi juga perombakan terhadap sendi-sendi hukum agraria kolonial sehingga UUPA memiliki substansi yang berbeda dan lebih sesuai dengan kepentingan dan nilai-nilai dari bangsa yang sudah merdeka. Proses yang demikian ini adalah wajar, mengingat hukum harus ditempatkan dalam konteks masyarakatnya. Hukum lahir dan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat.
Dengan dibentuknya UUPA, telah dihapuskan dasar-dasar dan peraturan-peraturan hukum agraria kolonial, dan berakhirnya dualisme dalam hukum agraria dan terselenggaranya unifikasi hukum.



DAFTAR RUJUKAN
Breman, Jan & Gunawan Wiradi. 2004. Masa Cerah dan Masa Suram di Jawa. LP3ES-KILTV
Hutagalung, S. 2008. Kewenangan Pemerintah Bidang Pertanahan. Jakarta: Penerbit PT Rajawali Press.
Kalo, S. 2004. Perbedaan Persepsi Mengenai Penguasaan Tanah Dan Akibatnya Terhadap Masyarakat Petani Di Sumatera Timur
Kartodirjo, Sartono. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia, Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta : Aditya Media
Rajagukguk, E. 1979. Pemahaman Rakyat tentang Hak Atas Tanah. Makalah. Tidak diterbitkan
Suhadi, Marchi. 1993. Tanah Sima dalam Masyarakat Majapahit. Jakarta: Disertasi doctor Universitas Indonesia.
Tauchid, M. 1952. Masalah Agraria. Penerbit STPN. Jogjakarta.
Tauhid, Muhamad. 2009. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. STPN press
Wiradi, Gunawan. 2001. Prinsip-Prinsip Reforma Agraria, Jalan Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama

Comments

  1. JAGODOMINO Agen poker Online Terpercaya dan terbaik di Indonesia

    *Minimal Deposit Hanya Rp 15.000
    *Minimal Withdraw Hanya Rp 30.000
    *Proses Deposit & Withdraw Super Cepat & aman
    *Dilayani Oleh CS yang Profesional dan Ramah 24 Jam
    *Player Vs Player Dijamin 100% (Tanpa Robot)

    *=================[BIG PROMO]=================*

    *Bonus CASHBACK 0.2%-0.5% [SETIAP HARI]
    *Bonus REFERENSI 20% [SEUMUR HIDUP]

    info selanjutnya silahkan hubungi CS 24 jam yang siap melayani anda...
    WA: +855717086677
    BBM: jago288

    Untuk pendaftaran Langsung Kunjungi Link Resmi Kami

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

MAKALAH "BOLA BASKET"

KATA PENGANTAR       Segala Puji dan Syukur saya Ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahwasanya saya telah dapat membuat Makalah Tentang Olahraga Bola Basket walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang saya hadapi dalam menyusun makalah ini, dan mungkin makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan saya.      Oleh karena itu saya sangat mengharapkan ktitik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak terutama dari Bapak/Ibu Guru supaya saya dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah di kemudian hari, dan semoga makalah ini berguna bagi siapa saja terutama bagi teman-teman yang hobi atau ingin lebih tahu lebih banyak tentang olahraga basket. DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Fokus Penulisan C. Manfaat dan tujuan BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah B. Lapangan, Waktu, dan Jumlah Pemain Bola Basket C. Pera

MAKALAH "MOTIVASI DALAM ORGANISASI"

PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari kehidupan berorganisasi karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung hidup dan terlibat di dalam anggota kemasyarakatan.  Organisasi di dalam kehidupan tampak begitu beragam baik di dalam kehidupan kehidupan rumah tangga hingga tingkat organisasi yang lebih kompleks yaitu organisasi di dalam dunia kerja. Organisasi merupakan sekelompok orang yang melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.  Dalam arti dinamis menyoroti unsur manusia yang ada di dalamnya.  Manusia merupakan unsur terpenting dari seluruh unsur organisasi, karena hanya manusia yang memiliki sifat kedinamisan.1  Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan organisasi dengan baik, maka diperlukan sumber daya untuk mencapainya.  Sumber daya merupakan energi, tenaga dan kekuatan yang diperlukan untuk menciptakan aktivitas ataupun kegiatan.  Sumber daya itu antara lain sumber daya alam, sumber daya finan

MAKALAH "HUKUM PERBANKAN"

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem keuangan merupakan satu kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya dibidang keuangan yaitu menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat. Keberadaan sistem keuangan ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani mereka yang kelebihan dana dengan mereka yang kekurangan dana serta memperlancar transaksi ekonomi. Berkaitan dengan sistem keuangan yang dianut di Indonesia, terdiri dari sistem keuangan moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem keuangan moneter terdiri atas otoritas moneter dan sistem Bank Umum (commercial bank). Otoritas moneter sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999. Secara tegas menyatakan bahwa Ba